Pages

Jumat, 12 November 2010

EPIDEMIOLOGY INVESTIGATION (PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI)

A. MALARIA

Setelah mendapat informasi adanya gejala-gejala kasus malaria. Segera dilakukan pemeriksaan laboratorium, untuk memastikan bahwa kasus tersebut benar kasus malkaria. Kemudian dilakukan pengamatan di daerah sekitar penderita, apakah ada kasus malaria lainnya atau penderitanya hanya satu itu. Kemudian melakukan pemeriksaan jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air dan benda-benda yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk anopheles, sampai pemeriksaan pada nyamuknya apakah mengandung parasit plasmodium atau tidak. Kalau semisal, dengan pemeriksaan sumber penularan tersebut tidak menunjukan ada vektor penularan, maka bisa jadi malaria tersebut sebagai penyakit bawaan, seperti dari area kerja atau tempat-tempat yang pernah dikunjungi oleh penderita di luar lingkungan tempat tinggalnya. Jika penderitanya hanya satu dan pada daerah tersebut tidak ada vektor malaria, maka cukup melakukan pengobatan pada satu orang penderita tersebut serta melakukan penyuluhan pada masyarakat di daerah tersebut tentang penyakit malaria. Jika yang terkena malaria cuma satu orang, tapi di daerah tersebut ditemukan vektor malaria, maka selain dilakukan pengobatan pada satu orang yang terkena malaria tersebut juga dilakukan pemeriksaan pada kelompok yang berisiko terkena malaria dan dilakukan pemberantasan vektor. Serta dilakukan penyuluhan kepada masyarakat. Sedangkan, jika yang terkena malaria ada banyak dan di daerah tersebut ditemukan vektor, maka kasus ini dapat dikategorikan sebagai KLB (kejadian luar biasa). Kemudian dilakukan pengobatan pada semua penderita malaria, dilakukan pemeriksaan pada kelompok yang berisiko dan juga dilakukan pemberantasan terhadap vektor malaria, seperti dengan foging. Selain itu, dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit malaria.


B. TUBERKULOSIS PARU

Misal di daerah X ada indikasi warganya terkena tuberkulosis. Tindakan epidemiologi yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium untuk memastikan bahwa kasus tersebut merupakan kasus TB paru. Setelah dipastikan itu adalah penyakit TB paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, maka dilakukan pemeriksaan ke orang-orang yang pernah terlibat interaksi dengan penderita, seperti keluarga, teman sepermainan, orang yang pernah ngobrol dengan penderita dan lain sebagainya. Karena penularan TB paru melalui udara yang tercemar bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TB paru batuk. Pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB paru dewasa. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TB paru. Setelah semua penderita TB paru diketahui, tahap selanjutnya adalah pengobatan terhadap para penderita. Program pengobatan yang efektif dan dalam waktu yang relatif singkat saat ini adalah DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari Rifampicin, Isoniacid, Pyrazinamid, Ethambutol dan Streptomycin. Sementara untuk pencegahan penyakit TB paru adalah dengan imunisasi BCG pada anak balita, bila ada yang terindikasi menderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih beratdan terjadi penularan, tidak meminum susu sapi mentah dan harus dimasak. Selain itu, pencegahan TB paru dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Serta tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk dan tidak meludah atau mengeluarkan dahak di sembarang tempat.

C. CAMPAK

Ketika ada informasi bahwa di suatu daerah X, ada indikasi warganya yang terkena penyakit campak. Kemudian dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif untuk membenarkan bahwa kasus tersebut adalah kasus penyakit campak. Dilakukan pencarian atau pengecekan jumlah penderita penyakit campak dalam satu ruang lingkup yang berdekatan. Penularan penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui perantara udara atau cipratan ludah yang terisap lewat saluran napas dan mulut. Oleh karena itu jika telah ditemukan penderita campak, sebaiknya penderita tersebut diisolasi dari anggota keluarga yang lain dan menghindari penggunaan peralatan pribadi secara bersama-sama. Sedangkan, jika tidak terbukti campak yang bisa dilakukan adalah cukup melakukan sosialisasi dan melakukan vaksinasi campak. Sementara untuk pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan imunisasi rutin pada anak-anak. Tidak membiasakan memakai peralatan pribadi secara bersama-sama dengan orang lain.

D. KEMATIAN IBU

Saat ada informasi tentang adanya kasus kematian ibu akibat melahirkan, dilakukan penyelidikan dengan mencatat jumlah kematian ibu yang terjadi di suatu wilayah tertentu. Menentukan faktor utama penyebab kematian Ibu di daerah tersebut dan faktor-faktor lain yang berpotensi mempengaruhi seperti bagaimana kualitas pelayanan kesehatan khususnya untuk ibu mengandung dan melahirkan. Memprediksikan bagaimana tingkah laku sosial, tingkat pendidikan dan ekonomi rata-rata penduduk di daerah tersebut. Melakukan pula pencarian jumlah korban kematian ibu dan seberapa seringnya korban meninggal untuk mengetahui seberapa besar masalah dan frekuensinya. Jika sudah diketahui faktor utama penyebab masalah kematian ibu, segera rujuk dan lakukan kontroling terhadap masalah tersebut. Berkoordinasi dengan pemerintah dan organisasi - organisasi kemasyarakatan yang berwenang di bagian pelayanan kesehatan di daerah tersebut, ikut melakukan sosialisasi pada warga untuk memancing peran serta masyarakat khususnya pasangan usia subur, seperti penggunaan alat kontrasepsi untuk pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penambahan bidan/ tenaga medis di daerah tersebut. Jika jumlah korban sudah melebihi batas normal ( banyak korban dalam jangka waktu singkat ) perlu dilakukan penanganan serius seperti perlu diberi rujukan kepada tenaga medis yang terlatih. Sementara untuk pencegahan, kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Sosialisasi program KB yang memungkinkan ibu yang mempunyai resiko kelahiran dengan resiko kematian ibunya tidak jadi melahirkan karena ikut KB.
2. Rujukan dan evaluasi pada pelayanan kesehatan daerah setempat karena pelayanan kesehatan ( klinik ) yang makin sempurna telah menyelamatkan banyak sekali ibu dari kematiannya.
3. Pendekatan dan prioritas terhadap sasaran dimana sasaran yang dipilih adalah Ibu dan pasangan usia subur dimana ibu menjadi titik sentralnya. Pendekatan sasaran itu harus menghasilkan suatu upaya dengan komitmen dan perhatian yang berkelanjutan.

E. LAHIR MATI / KEMATIAN BAYI

Saat terjadi kasus bayi lahir mati, harus dicari faktor utama penyebabnya. Karena untuk kasus kematian bayi memiliki 2 faktor penyebab yaitu faktor dari ibu dan dari bayi itu sendiri, maka perlu ditentukan faktor utama penyebab kematian bayi di daerah tersebut. Selain itu juga mendata ibu-ibu yang rawan resiko lahir mati, diantaranya ibu yang mengalami gangguan kesehatan seperti penyakit diabetes dan tekanan darah tinggi. Jika sudah diketahui faktor utama penyebab masalah kematian bayi, segera rujuk dan melakukan kontroling terhadap masalah tersebut. Jika penyebab utamanya berasal dari sang Ibu maka perlu dilakukan beberapa penanganan lebih lanjut, seperti perbaikan gizi ibu, penjedaan masa kehamilan, pemeriksaan kandungan secara berkala, berikut juga dengan pengadaan tenaga medis yang terlatih. Berkoordinasi dengan pemerintah dan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang berwenang di bagian pelayanan kesehatan di daerah tersebut, ikut melakukan sosialisasi pada warga untuk memancing peran serta masyarakat khususnya para ibu di usia subur dan penambahan bidan/ tenaga medis di daerah tersebut. Jika jumlah korban sudah melebihi batas normal ( banyak korban dalam jangka waktu singkat ) perlu dilakukan penanganan serius seperti perlu diberi rujukan kepada tenaga medis yang terlatih. Angka kematian bayi baru lahir dapat dicegah dengan intervensi lingkungan dan perilaku. Upaya penyehatan lingkungan seperti penyediaan air minum, fasilitas sanitasi dan higienitas yang memadai, serta pengendalian pencemaran udara mampu meredam jumlah bayi meninggal. Dari gambaran penyakit penyebab kematian neonatal di Indonesia, dan permasalahan kesehatan neonatal yang kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya (sama dengan permasalahan kesehatan maternal) maka:
1. Bidan di desa atau petugas kesehatan harus mampu melakukan:
• perawatan terhadap bayi neonatal,
• promosi perawatan bayi neonatal kepada ibunya, serta
• pertolongan pertama bayi neonatal yang mengalami gangguan atau sakit.
2. Kepala Puskesmas dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:
• Deteksi dan penanganan bayi neonatal sakit
• Persalinan yang ditolong/didampingi oleh tenaga kesehatan
• Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin di desa
• PONED dengan baik dan lengkap (obat, infus, alat-alat emergensi)
• Organisasi transportasi untuk kasus rujukan
3. Kepala Dinkes Dati II dan atau RS Dati II dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:
• Fungsi RS Dati II sebagai PONEK 24 jam
• Sistem yang tertata sehingga memberi kesempatan kepada keluarga bayi neonatal dari golongan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan standar, termasuk pertolongan gawat darurat di RS Dati II dengan biaya terjangkau
• Pelayanan berkualitas yang berkesinambungan
• Pembinaan teknis profesi kebidanan untuk bidan yang bekerja Puskesmas/desa melalui pelatihan, penyegaran pengetahuan dan keterampilan, penanganan kasus rujukan.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan neonatal emergency care di Puskesmas dan RS Dati II.

SUSI EKO SULISTYORINI
E2A009096
REG. 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar