Pages

Rabu, 15 Desember 2010

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) ATAU WABAH

1. Kriteria KLB atau wabah
a. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih.
b. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut itu.
c. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan dua kali atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di kecamatan yang sama pula.
d. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di suatu kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila dibandingkan CFR penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di kecamatan tersebut.
e. Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.
f. Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS :
• Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas.
• Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut di atas. Di suatu kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.
g. Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok masyarakat.
h. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal.

2. Herd Immunity
Kekebalan Herd (atau kekebalan masyarakat) menjelaskan bentuk kekebalan yang terjadi ketika vaksinasi sebagian besar populasi (atau kelompok) memberikan ukuran perlindungan bagi individu yang belum mengembangkan kekebalan. teori imunitas Herd menyatakan bahwa, pada penyakit menular yang ditularkan dari individu ke individu, rantai infeksi mungkin akan terganggu ketika sejumlah besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar proporsi individu yang kebal, semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan akan datang ke dalam kontak dengan individu menular.
Estimasi Herd Imunitas ambang untuk penyakit yang dapat dicegah vaksin. Transmisi Penyakit ambang kekebalan R0 Herd:
a. Difteri Air liur 6-7 85%
b. Campak Airborne 12-18 83-94%
c. Gondong Airborne droplet 4-7 75-86%
d. Pertusis Airborne droplet 12-17 92-94%
e. Polio tinja-oral route 5-7 80-86%
f. Rubella Airborne droplet 5-7 80 - 85%
g. Cacar Sosial menghubungi 6-7 83-85%
R0 adalah bilangan reproduksi dasar, atau rata-rata jumlah kasus infeksi sekunder yang dihasilkan oleh kasus indeks tunggal dalam populasi benar-benar rentan.
Vaksinasi bertindak sebagai semacam firebreak atau firewall dalam penyebaran penyakit ini, memperlambat atau mencegah penularan lebih lanjut dari penyakit ini kepada orang lain. individu tidak divaksinasi secara tidak langsung dilindungi oleh individu divaksinasi, karena yang terakhir tidak akan kontrak dan menularkan penyakit antara individu yang terinfeksi dan rentan. Oleh karena itu, kebijakan kesehatan masyarakat imunitas kawanan dapat digunakan untuk mengurangi penyebaran penyakit dan menyediakan tingkat perlindungan ke subkelompok, rentan tidak divaksinasi. Karena hanya sebagian kecil dari populasi (atau kelompok) dapat dibiarkan tidak divaksinasi untuk metode ini menjadi efektif, dianggap terbaik tersisa untuk mereka yang tidak dapat dengan aman menerima vaksin karena kondisi medis seperti gangguan kekebalan atau untuk penerima transplantasi organ.
Kekebalan Herd hanya berlaku untuk penyakit yang menular. Ini tidak berlaku untuk penyakit seperti tetanus (yang menular, tetapi tidak menular), dimana vaksin hanya melindungi orang yang divaksinasi dari penyakit. Herd kekebalan seharusnya tidak dibingungkan dengan kekebalan kontak, sebuah konsep terkait dimana individu yang divaksinasi dapat 'menularkan' vaksin ke seseorang lainnya melalui kontak.

3. Pencegahan KLB atau wabah
Upaya penanggulangan KLB atau wabah meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Depkes, 2000).
Pencegahan sutau kLB atau wabah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah
• Pengumpulan data
• Analisa data
• Penarikan kesimpulan
b. Melakukan Penyelidikan Wabah
• Mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan wabah
• Mengetahui Sumber Penularan
• Mengetahui Etiologi
• Mengetahui sifat penularan
c. Melaksanakan penanganan keadaan wabah
• Ditujukan kepada penderita
• Ditujukan kepada masyarakat
• Ditujukan kepada lingkungan
• Etiologi / Agent
d. Penanggulangan sumber pathogen
• Singkirkan sumber kontaminasi
• Hindarkan orang dari paparan
• Inactivasi / neutralisasi pathogen
• Isolasi dan/atau obati orang yang terinfeksi
e. Memutus rantai penularan
• Memutus sumber lingkungan
• Penanggulangan transmisi vector
• Tingkatkan sanitasi perorangan
f. Modifikasi respons penjamu (HOST)
• Immunisasi keluarga rentan
• Pemakaian chemotherapy
• Pencegahan.

SUSI EKO SULISTYORINI
E2A009096
REG. 1

Jumat, 12 November 2010

EPIDEMIOLOGY INVESTIGATION (PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI)

A. MALARIA

Setelah mendapat informasi adanya gejala-gejala kasus malaria. Segera dilakukan pemeriksaan laboratorium, untuk memastikan bahwa kasus tersebut benar kasus malkaria. Kemudian dilakukan pengamatan di daerah sekitar penderita, apakah ada kasus malaria lainnya atau penderitanya hanya satu itu. Kemudian melakukan pemeriksaan jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air dan benda-benda yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk anopheles, sampai pemeriksaan pada nyamuknya apakah mengandung parasit plasmodium atau tidak. Kalau semisal, dengan pemeriksaan sumber penularan tersebut tidak menunjukan ada vektor penularan, maka bisa jadi malaria tersebut sebagai penyakit bawaan, seperti dari area kerja atau tempat-tempat yang pernah dikunjungi oleh penderita di luar lingkungan tempat tinggalnya. Jika penderitanya hanya satu dan pada daerah tersebut tidak ada vektor malaria, maka cukup melakukan pengobatan pada satu orang penderita tersebut serta melakukan penyuluhan pada masyarakat di daerah tersebut tentang penyakit malaria. Jika yang terkena malaria cuma satu orang, tapi di daerah tersebut ditemukan vektor malaria, maka selain dilakukan pengobatan pada satu orang yang terkena malaria tersebut juga dilakukan pemeriksaan pada kelompok yang berisiko terkena malaria dan dilakukan pemberantasan vektor. Serta dilakukan penyuluhan kepada masyarakat. Sedangkan, jika yang terkena malaria ada banyak dan di daerah tersebut ditemukan vektor, maka kasus ini dapat dikategorikan sebagai KLB (kejadian luar biasa). Kemudian dilakukan pengobatan pada semua penderita malaria, dilakukan pemeriksaan pada kelompok yang berisiko dan juga dilakukan pemberantasan terhadap vektor malaria, seperti dengan foging. Selain itu, dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit malaria.


B. TUBERKULOSIS PARU

Misal di daerah X ada indikasi warganya terkena tuberkulosis. Tindakan epidemiologi yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium untuk memastikan bahwa kasus tersebut merupakan kasus TB paru. Setelah dipastikan itu adalah penyakit TB paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, maka dilakukan pemeriksaan ke orang-orang yang pernah terlibat interaksi dengan penderita, seperti keluarga, teman sepermainan, orang yang pernah ngobrol dengan penderita dan lain sebagainya. Karena penularan TB paru melalui udara yang tercemar bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TB paru batuk. Pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB paru dewasa. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TB paru. Setelah semua penderita TB paru diketahui, tahap selanjutnya adalah pengobatan terhadap para penderita. Program pengobatan yang efektif dan dalam waktu yang relatif singkat saat ini adalah DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari Rifampicin, Isoniacid, Pyrazinamid, Ethambutol dan Streptomycin. Sementara untuk pencegahan penyakit TB paru adalah dengan imunisasi BCG pada anak balita, bila ada yang terindikasi menderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih beratdan terjadi penularan, tidak meminum susu sapi mentah dan harus dimasak. Selain itu, pencegahan TB paru dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Serta tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk dan tidak meludah atau mengeluarkan dahak di sembarang tempat.

C. CAMPAK

Ketika ada informasi bahwa di suatu daerah X, ada indikasi warganya yang terkena penyakit campak. Kemudian dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif untuk membenarkan bahwa kasus tersebut adalah kasus penyakit campak. Dilakukan pencarian atau pengecekan jumlah penderita penyakit campak dalam satu ruang lingkup yang berdekatan. Penularan penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui perantara udara atau cipratan ludah yang terisap lewat saluran napas dan mulut. Oleh karena itu jika telah ditemukan penderita campak, sebaiknya penderita tersebut diisolasi dari anggota keluarga yang lain dan menghindari penggunaan peralatan pribadi secara bersama-sama. Sedangkan, jika tidak terbukti campak yang bisa dilakukan adalah cukup melakukan sosialisasi dan melakukan vaksinasi campak. Sementara untuk pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan imunisasi rutin pada anak-anak. Tidak membiasakan memakai peralatan pribadi secara bersama-sama dengan orang lain.

D. KEMATIAN IBU

Saat ada informasi tentang adanya kasus kematian ibu akibat melahirkan, dilakukan penyelidikan dengan mencatat jumlah kematian ibu yang terjadi di suatu wilayah tertentu. Menentukan faktor utama penyebab kematian Ibu di daerah tersebut dan faktor-faktor lain yang berpotensi mempengaruhi seperti bagaimana kualitas pelayanan kesehatan khususnya untuk ibu mengandung dan melahirkan. Memprediksikan bagaimana tingkah laku sosial, tingkat pendidikan dan ekonomi rata-rata penduduk di daerah tersebut. Melakukan pula pencarian jumlah korban kematian ibu dan seberapa seringnya korban meninggal untuk mengetahui seberapa besar masalah dan frekuensinya. Jika sudah diketahui faktor utama penyebab masalah kematian ibu, segera rujuk dan lakukan kontroling terhadap masalah tersebut. Berkoordinasi dengan pemerintah dan organisasi - organisasi kemasyarakatan yang berwenang di bagian pelayanan kesehatan di daerah tersebut, ikut melakukan sosialisasi pada warga untuk memancing peran serta masyarakat khususnya pasangan usia subur, seperti penggunaan alat kontrasepsi untuk pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penambahan bidan/ tenaga medis di daerah tersebut. Jika jumlah korban sudah melebihi batas normal ( banyak korban dalam jangka waktu singkat ) perlu dilakukan penanganan serius seperti perlu diberi rujukan kepada tenaga medis yang terlatih. Sementara untuk pencegahan, kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Sosialisasi program KB yang memungkinkan ibu yang mempunyai resiko kelahiran dengan resiko kematian ibunya tidak jadi melahirkan karena ikut KB.
2. Rujukan dan evaluasi pada pelayanan kesehatan daerah setempat karena pelayanan kesehatan ( klinik ) yang makin sempurna telah menyelamatkan banyak sekali ibu dari kematiannya.
3. Pendekatan dan prioritas terhadap sasaran dimana sasaran yang dipilih adalah Ibu dan pasangan usia subur dimana ibu menjadi titik sentralnya. Pendekatan sasaran itu harus menghasilkan suatu upaya dengan komitmen dan perhatian yang berkelanjutan.

E. LAHIR MATI / KEMATIAN BAYI

Saat terjadi kasus bayi lahir mati, harus dicari faktor utama penyebabnya. Karena untuk kasus kematian bayi memiliki 2 faktor penyebab yaitu faktor dari ibu dan dari bayi itu sendiri, maka perlu ditentukan faktor utama penyebab kematian bayi di daerah tersebut. Selain itu juga mendata ibu-ibu yang rawan resiko lahir mati, diantaranya ibu yang mengalami gangguan kesehatan seperti penyakit diabetes dan tekanan darah tinggi. Jika sudah diketahui faktor utama penyebab masalah kematian bayi, segera rujuk dan melakukan kontroling terhadap masalah tersebut. Jika penyebab utamanya berasal dari sang Ibu maka perlu dilakukan beberapa penanganan lebih lanjut, seperti perbaikan gizi ibu, penjedaan masa kehamilan, pemeriksaan kandungan secara berkala, berikut juga dengan pengadaan tenaga medis yang terlatih. Berkoordinasi dengan pemerintah dan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang berwenang di bagian pelayanan kesehatan di daerah tersebut, ikut melakukan sosialisasi pada warga untuk memancing peran serta masyarakat khususnya para ibu di usia subur dan penambahan bidan/ tenaga medis di daerah tersebut. Jika jumlah korban sudah melebihi batas normal ( banyak korban dalam jangka waktu singkat ) perlu dilakukan penanganan serius seperti perlu diberi rujukan kepada tenaga medis yang terlatih. Angka kematian bayi baru lahir dapat dicegah dengan intervensi lingkungan dan perilaku. Upaya penyehatan lingkungan seperti penyediaan air minum, fasilitas sanitasi dan higienitas yang memadai, serta pengendalian pencemaran udara mampu meredam jumlah bayi meninggal. Dari gambaran penyakit penyebab kematian neonatal di Indonesia, dan permasalahan kesehatan neonatal yang kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya (sama dengan permasalahan kesehatan maternal) maka:
1. Bidan di desa atau petugas kesehatan harus mampu melakukan:
• perawatan terhadap bayi neonatal,
• promosi perawatan bayi neonatal kepada ibunya, serta
• pertolongan pertama bayi neonatal yang mengalami gangguan atau sakit.
2. Kepala Puskesmas dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:
• Deteksi dan penanganan bayi neonatal sakit
• Persalinan yang ditolong/didampingi oleh tenaga kesehatan
• Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin di desa
• PONED dengan baik dan lengkap (obat, infus, alat-alat emergensi)
• Organisasi transportasi untuk kasus rujukan
3. Kepala Dinkes Dati II dan atau RS Dati II dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:
• Fungsi RS Dati II sebagai PONEK 24 jam
• Sistem yang tertata sehingga memberi kesempatan kepada keluarga bayi neonatal dari golongan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan standar, termasuk pertolongan gawat darurat di RS Dati II dengan biaya terjangkau
• Pelayanan berkualitas yang berkesinambungan
• Pembinaan teknis profesi kebidanan untuk bidan yang bekerja Puskesmas/desa melalui pelatihan, penyegaran pengetahuan dan keterampilan, penanganan kasus rujukan.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan neonatal emergency care di Puskesmas dan RS Dati II.

SUSI EKO SULISTYORINI
E2A009096
REG. 1

Rabu, 03 November 2010

Bahaya Logam Berat dalam Makanan

MANUSIA bukan hanya menderita sakit karena menghirup udara yang tercemar, tetapi juga akibat mengasup makanan yang tercemar logam berat. Sumbernya sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditanam di lingkungan yang tercemar atau daging dari ternak yang makan rumput yang sudah mengandung logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Akhir-akhir ini kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan bahan tersebut oleh manusia.

Pencemaran lingkungan oleh logam berat dapat terjadi jika industri yang menggunakan logam tersebut tidak memperhatikan keselamatan lingkungan, terutama saat membuang limbahnya. Logam-logam tertentu dalam konsentrasi tinggi akan sangat berbahaya bila ditemukan di dalam lingkungan (air, tanah, dan udara).

Sumber utama kontaminan logam berat sesungguhnya berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada semua bagian (akar, batang, daun dan buah).

Ternak akan memanen logam-logam berat yang ada pada tanaman dan menumpuknya pada bagian-bagian dagingnya. Selanjutnya manusia yang termasuk ke dalam kelompok omnivora (pemakan segalanya), akan tercemar logam tersebut dari empat sumber utama, yaitu udara yang dihirup saat bernapas, air minum, tanaman (sayuran dan buah-buahan), serta ternak (berupa daging, telur, dan susu).

Sesungguhnya, istilah logam berat hanya ditujukan kepada logam yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Namun, pada kenyataannya, unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya juga dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, yang termasuk ke dalam kriteria logam berat saat ini mencapai lebih kurang 40 jenis unsur. Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia adalah: arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn).

Arsen
Arsen (As) atau sering disebut arsenik adalah suatu zat kimia yang ditemukan sekitar abad-13. Sebagian besar arsen di alam merupakan bentuk senyawa dasar yang berupa substansi inorganik. Arsen inorganik dapat larut dalam air atau berbentuk gas dan terpapar pada manusia. Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (1975), arsen inorganik bertanggung jawab terhadap berbagai gangguan kesehatan kronis, terutama kanker. Arsen juga dapat merusak ginjal dan bersifat racun yang sangat kuat.

Merkuri
Merkuri (Hg) atau air raksa adalah logam yang ada secara alami, merupakan satu-satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair. Logam murninya berwarna keperakan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan sampai suhu 3570C, Hg akan menguap. Selain untuk kegiatan penambangan emas, logam Hg juga digunakan dalam produksi gas klor dan soda kaustik, termometer, bahan tambal gigi, dan baterai.

Walaupun Hg hanya terdapat dalam konsentrasi 0,08 mg/kg kerak bumi, logam ini banyak tertimbun di daerah penambangan. Hg lebih banyak digunakan dalam bentuk logam murni dan organik daripada bentuk anorganik. Logam Hg dapat berada pada berbagai senyawa. Bila bergabung dengan klor, belerang, atau oksigen, Hg akan membentuk garam yang biasanya berwujud padatan putih. Garam Hg sering digunakan dalam krim pemutih dan krim antiseptik.

Timbal
Logam timbal (Pb) merupakan logam yang sangat populer dan banyak dikenal oleh masyarakat awam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya Pb yang digunakan di industri nonpangan dan paling banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup. Pb adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna cokelat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan.

Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS), yang sering disebut galena. Senyawa ini banyak ditemukan dalam pertambangan di seluruh dunia. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan Pb ini adalah sering menyebabkan keracunan.

Menurut Darmono (1995), Pb mempunyai sifat bertitik lebur rendah, mudah dibentuk, mempunyai sifat kimia yang aktif, sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan. Bila dicampur dengan logam lain, membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya, mempunyai kepadatan melebihi logam lain.

Logam Pb banyak digunakan pada industri baterai, kabel, cat (sebagai zat pewarna), penyepuhan, pestisida, dan yang paling banyak digunakan sebagai zat antiletup pada bensin. Pb juga digunakan sebagai zat penyusun patri atau solder dan sebagai formulasi penyambung pipa yang mengakibatkan air untuk rumah tangga mempunyai banyak kemungkinan kontak dengan Pb (Saeni, 1997).

Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan minuman. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut.

Tembaga
Tidak seperti logam-logam Hg, Pb, dan Cd, logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen esensial untuk semua tanaman dan hewan, termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Cu harus selalu ada di dalam makanan. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar kadar Cu di dalam tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan.

Kebutuhan tubuh per hari akan Cu adalah 0,05 mg/kg berat badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi Cu pada tubuh manusia normal. Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut.

Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk organik dan anorganik. Logam tersebut digunakan di pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas, dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain seperti alloi dengan Ag, Cd, Sn, dan Zn.

Garam Cu banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya sebagai larutan “Bordeaux” yang mengandung 1-3% CuSO4 untuk membasmi jamur pada sayur dan tumbuhan buah. Senyawa CuSO4 juga sering digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit, cacing, dan juga mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono, 1995).

Sumber Kontaminan
Kandungan alamiah logam pada lingkungan dapat berubah-ubah, tergantung pada kadar pencemaran oleh ulah manusia atau perubahan alam, seperti erosi. Kandungan logam tersebut dapat meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian, dan perindustrian yang banyak mengandung logam berat masuk ke lingkungan.

Dari berbagai limbah tersebut, umumnya yang paling banyak mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini disebabkan senyawa atau unsur logam berat dimanfaatkan dalam berbagai industri, baik sebagai bahan baku, katalisator, maupun sebagai bahan tambahan.
Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya adalah karena sifatnya yang tidak dapat dihancurkan (nondegradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan. Akibatnya, logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan kombinasi.

Arsen banyak ditemukan di dalam air tanah. Hal ini disebabkan arsen merupakan salah satu mineral yang memang terkandung dalam susunan batuan bumi. Arsen dalam air tanah terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk tereduksi, terbentuk dalam kondisi anaerobik, sering disebut arsenit. Bentuk lainnya adalah bentuk teroksidasi, terjadi pada kondisi aerobik, umum disebut sebagai arsenat (Jones, 2000).

Hg anorganik (logam dan garam Hg) terdapat di udara dari deposit mineral dan dari area industri. Logam Hg yang ada di air dan tanah terutama berasal dari deposit alam, buangan limbah, dan akitivitas vulkanik. Logam Hg dapat pula bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa Hg organik.

Senyawa Hg organik yang paling umum adalah metil merkuri, yang terutama dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri) di air dan tanah. Bila bakteri itu kemudian termakan oleh ikan, ikan tersebut cenderung memiliki konsentrasi merkuri yang tinggi.

Logam ini digunakan secara luas untuk mengekstrak emas dari bijihnya, baik sebelum maupun sesudah proses sianidasi digunakan. Ketika Hg dicampur dengan bijih tersebut, Hg akan membentuk amalgam dengan emas atau perak. Untuk mendapatkan emas dan perak, amalgam tersebut harus dibakar untuk menguapkan merkurinya.

Para penambang emas tradisional menggunakan merkuri untuk menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari butir-butir batuan. Endapan Hg ini disaring menggunakan kain untuk mendapatkan sisa emas. Endapan yang tersaring kemudian diremas-remas dengan tangan. Air sisa-sisa penambangan yang mengandung Hg dibiarkan mengalir ke sungai dan dijadikan irigasi untuk lahan pertanian.

Selain itu, komponen merkuri juga banyak tersebar di karang, tanah, udara, air, dan organisme hidup melalui proses fisik, kimia, dan biologi yang kompleks. Walaupun mekanisme keracunan merkuri di dalam tubuh belum diketahui dengan jelas, beberapa hal mengenai daya racun merkuri dapat dijelaskan sebagai berikut (Fardiaz, 1992):

1. Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup, beracun terhadap tubuh.
2. Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik dalam daya racun, distribusi, akumulasi, atau pengumpulan, dan waktu retensinya di dalam tubuh.
3. Transformasi biologi dapat terjadi di dalam lingkungan atau di dalam tubuh, saat komponen merkuri diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
4. Pengaruh buruk merkuri di dalam tubuh adalah melalui penghambatan kerja enzim dan kemampuannya untuk berikatan dengan grup yang mengandung sulfur di dalam molekul enzim dan dinding sel.
5. Kerusakan tubuh yang disebabkan merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.
Sumber kontaminan timbal (Pb) terbesar dari buatan manusia adalah bensin beraditif timbal untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Diperkirakan 65 persen dari semua pencemaran udara disebabkan emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

Cemaran logam Cu pada bahan pangan pada awalnya terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Meskipun demikian, pengaruh proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status keberadaan tersebut dalam bahan pangan.

Kebun Sayur di Pinggir Jalan Berbahaya
Logam berat dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar pada tanaman seperti padi, rumput, beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak, dan sayuran. Logam berat seperti Pb, Cd, Cu, dan Zn sering terakumulasi pada komoditi tanaman. Kandungan merkuri pada beras yang dipanen dari sawah dengan irigasi air limbah penambangan emas tradisional di Nunggul dan Kalongliud sekitar Pongkor, Bogor, Jawa Barat, masing-masing mencapai 0,45 dan 0,25 ppm (Sutono, 2002).

Sumber bahan pangan lain yang dilaporkan tinggi kadar timbalnya adalah makanan kaleng (50-100 mkg/kg), jeroan terutama hati dan ginjal ternak (150 mkg/kg), ikan (170 mkg/kg). Kelompok yang paling tinggi adalah kerang-kerangan (molusca) dan udang-udangan (crustacea), yaitu rata-rata lebih tinggi dari 250 mkg/kg (Winarno dan Rahayu, 1994).
Jenis bahan pangan lain yang mengandung kontaminan timbal cukup tinggi adalah sayuran yang ditanam di tepi jalan raya. Kandungan rata-ratanya sebesar 28,78 ppm, jauh di atas batas aman yang diizinkan Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan, yaitu sebesar 2 ppm (Winarno, 1997).

Cemaran tembaga (Cu) terdapat pada sayuran dan buah-buahan yang disemprot dengan pestisida secara berlebihan. Penyemprotan pestisida banyak dilakukan untuk membasmi siput dan cacing pada tanaman sayur dan buah.

Arsen terkandung dalam ikan dan makanan laut lainnya, seperti udang, cumi-cumi, dan kerang. Kandungan arsen dalam makanan laut mencapai angka lebih dari 4,5 mikrogram arsen/g berat basah. Arsen juga terdapat dalam daging dan sayur-sayuran, namun jumlahnya amat kecil. @

Dari Tremor Sampai ke Kematian
Sulit untuk menduga seberapa besar akibat yang ditimbulkan oleh adanya logam berat dalam tubuh. Namun, sebagian besar toksisitas yang disebabkan oleh beberapa jenis logam berat seperti Pb, Cd, dan Hg adalah karena kemampuannya untuk menutup sisi aktif dari enzim dalam sel.

Hg mempunyai bentuk kimiawi yang berbeda-beda dalam menimbulkan keracunan pada mahluk hidup, sehingga menimbulkan gejala yang berbeda pula. Toksisitas Hg dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu toksisitas organik dan anorganik.

Pada bentuk anorganik, Hg berikatan dengan satu atom karbon atau lebih, sedangkan dalam bentuk organik, dengan rantai alkil yang pendek. Senyawa tersebut sangat stabil dalam proses metabolisme dan mudah menginfiltrasi jaringan yang sukar ditembus, misalnya otak dan plasenta. Senyawa tersebut mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible, baik pada orang dewasa maupun anak (Darmono, 1995).

Toksisitas Hg anorganik menyebabkan penderita biasanya mengalami tremor. Jika terus berlanjut dapat menyebabkan pengurangan pendengaran, penglihatan, atau daya ingat.
Senyawa merkuri organik yang paling populer adalah metil merkuri yang berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf pusat. Kejadian keracunan metil merkuri paling besar pada makhluk hidup timbul di tahun 1950-an di Teluk Minamata, Jepang yang terkenal dengan nama Minamata Disease.

Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan minuman. Accidental poisoning seperti termakannya senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan gejala keracunan timbal seperti iritasi gastrointestinal akut, rasa logam pada mulut, muntah, sakit perut, dan diare.

Menurut Darmono (1995), Pb dapat mempengaruhi sistem saraf, inteligensia, dan pertumbuhan. Pb di dalam tubuh terikat pada gugus SH dalam molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim. Efek logam Pb pada kesehatan manusia adalah menimbulkan kerusakan otak, kejang-kejang, gangguan tingkah laku, dan bahkan kematian.
Toksisitas logam Cu pada manusia, khususnya anak-anak, biasanya terjadi karena CuSO4. Beberapa gejala keracunan Cu adalah sakit perut, mual, muntah, diare, dan beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian (Darmono, 1995).

Senyawa arsen sangat sulit dideteksi karena tidak memiliki rasa yang khas atau ciri-ciri pemaparan lain yang menonjol. Gejala keracunan senyawa arsen terutama adalah sakit di kerongkongan, sukar menelan, menyusul rasa nyeri lambung dan muntah-muntah. Kompensasi dari pemaparan arsen terhadap manusia adalah kanker, terutama kanker paru-paru dan hati. Terpapar arsen di udara juga dapat menyebabkan pembentukan kanker kulit pada manusia. @

Awas, Koran Bekas
Usaha-usaha untuk menanggulangi pencemaran logam berat di Indonesia sampai saat ini belum banyak dilakukan. Hal ini terutama karena sebagian besar industri di Indonesia belum mempunyai sarana pengolahan limbah yang memadai.

Usaha yang dapat kita lakukan untuk menghindari bahaya logam berat, antara lain dengan menghindari sumber bahan pangan yang memiliki risiko mengandung logam berat, mencuci dan mengolah bahan pangan yang akan dikonsumsi dengan baik dan benar.

Selain itu, kita juga perlu memperhatikan dan peduli terhadap lingkungan agar pencemaran tidak semakin bertambah jumlahnya. Peningkatan pengetahuan mengenai logam berat juga dapat bermanfaat dan membuat kita lebih waspada terhadap pencemaran logam berat.

Logam berat di dalam bahan pangan ternyata tidak hanya terdapat secara alami, namun juga dapat merupakan hasil migrasi dari bahan pengemasnya. Oleh karena itu, pengemasan bahan pangan harus dilakukan secara hati-hati. Pengemasan makanan dengan menggunakan kertas koran bekas tentu tidak tepat karena memungkinkan terjadinya migrasi logam berat (terutama Pb) dari tinta pada koran ke makanan. Pengemasan makanan dengan bahan yang memiliki aroma kuat, seperti PVC (Poly Vinyl Chloride) dan styrofoam, memungkinkan terjadinya migrasi arsen ke makanan.

www.kompas.com

Dari Mata Sang Garuda by Pee Wee Gaskin

Coba berdiri di puncak gunung tertinggi
Tak sadarkah semua t'lah kita miliki

Dari mata sang garuda
Memandang luas dari langit yang tinggi
Bersatulah untuk

Indonesia
Kobarkan semangatmu
Kan ku bela sampai habis nafasku
Jangan pernah menyerah
Sudah terlalu lama kita terlelap
Bangkit dan raih semua mimpi

Jangan lupakan darah dan keringat
Pemuda pemudi sebelum kita
Tak kan tergantikan segala harta
Jangan biarkan mereka mencuri
Segala semua dari leluhur kita
Buka mata, hati, dan telinga
Sebelum semuanya sirna

Dari mata sang garuda
Memandang luas dari langit yang tinggi
Bersatulah untuk

Indonesia
Kobarkan semangatmu
Kan ku bela sampai habis nafasku
Jangan pernah menyerah
Sudah terlalu lama kita terlelap
Bangkit dan raih semua mimpi

Indonesia dengarlah suaraku
Kan ku bawa sampai akhir langkahku
Jangan pernah menyerah
Sudah terlalu lama kita terlelap
Merah putih kan s'lalu di hati

Minggu, 17 Oktober 2010

Epidemiologi & Perannya dalam Pemecahan Masalah Kesehatan Masyarakat

PENGERTIAN

Menurut Mac Mahon dan Pugh, 1970, epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi penyakit dan determinannya pada manusia. Distribusi penyakit dapat dideskripsikan menurut orang, tempat dan waktu.
Jika ditinjau dari asal katanya, epidemiologi terdiri dari kata “epi” yang berarti pada atau tentang, kata “demos” yang berarti penduduk dan kata “logos” yang berarti ilmu. Jadi epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dari batasan tersebut, terlihat bahwa dalam pengertian epidemiologi terdapat 3 hal pokok, yaitu:
1. Frekuensi masalah kesehatan
Frekuensi disini menunjuk pada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok manusia. Untuk dapat mengetahui frekuensi suatu masalah kesehatan dengan tepat ada dua hal pokok yang harus dilakukan, yakni menemukan masalah kesehatan yang dimaksud untuk kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atas masalah kesehatan yang ditemukan tersebut.
2. Penyebaran masalah kesehatan
Penyebaran masalah kesehatan menunjuk pada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu keadaan tertentu. Keadaan tertentu tersebut memiliki banyak macam, yang dalam epidemiologi dibedakan menjadi 3, yakni menurut ciri-ciri manusia (man), menurut tempat (place) dan menurut waktu (time).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi menunjuk pada faktor penyebab dari suatu masalah kesehatan, baik yang menerangkan frekuensi, penyebaran ataupun yang menerangkan penyebab munculnya masalah kesehatan itu sendiri. Untuk itu ada 3 langkah pokok yang dilakukan, yakni merumuskan hipotesis tentang penyebab yang dimaksud, melakukan pengujian terhadap rumusan hipotesa yang telah disusun dan kemudian menarik kesimpulan terhadapnya. Dengan diketahuinya penyebab suatu masalah kesehatan, dapatlah disusun langkah-langkah penanggulangan selanjutnya dari masalah kesehatan tersebut.
Beberapa pengertian secara umum dan setengah awam, antara lain:
• Webster’s New World Dictionary of the American Language, the World Publishing Company, New York, N. Y., USA, 1964
Epidemiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang menyelidiki penyebab-penyebab dan cara pengendalian wabah-wabah.
• Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, Dep Dik Bud, 1990
Epidemiologi adalah ilmu tentang penyebaran penyakit menular pada manusia dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyebarannya.
• Ensiklopedia Nasional Indonesia terbitan PT Cipta Adi pustaka, Jakarta, 1989
Epidemiologi adalah suatu cara untuk meneliti penyebaran penyakit atau kondisi kesehatan penduduk termasuk faktor-faktor yang menyebabkannya.
Beberapa batasan lain yang dikumpulkan oleh Peterson dan Thomas dalam bukunya “Fundamentals of Epidemiology” antara lain:
• The science of the mass phenomenon of disease (Ilmu tentang fenomena masal mengenai penyakit).
• The study of the laws and factors governing the occurence of disease or abnormality in a population group (Study tentang kaidah dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit dan abnormalitas dalam suatu kelompok penduduk).
• The study of the distribution and determinants of disease in man (Study tentang penyebaran dan faktor penentu penyakit pada manusia).
• The art and science of disease occurence (Ketrampilan dan ilmu tentang terjadinya penyakit).
• Epidemiology is medical ecology (Epidemiologi adalah ekologi kedokteran).
Dari batasan-batasan tersebut dapat diamati bahwa pada hakekatnya dalam epidemiologi kita mengamati hal-hal yang menyangkut “penyebaran” serta “penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi” terjadinya penyakit atau masalah kesehatan secara masal atau kelompok.
Epidemiologi dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Epidemiologi Diskriptif
Disebut epidemiologi diskriptif apabila hanya mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran suatu masalah kesehatan saja, tanpa memandang perlu mencarikan jawaban terhadap faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi frekuensi, penyebaran dan atau munculnya masalah kesehatan tersebut. Hasil dari pekerjaan epidemiologi diskriptif ini hanya menjawab pertanyaan siapa (who), dimana (where) dan apabila (when) dari timbulnya suatu masalah kesehatan. Tetapi tidak menjawab pertanyaan kenapa (why) timbulnya masalah kesehatan tersebut.
2. Epidemiologi Analitik
Disebut epidemiologi analitik bila telah mencakup pencarian jawaban terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta munculnya suatu masalah kesehatan. Disini diupayakan tersedianya jawaban terhadap faktor-faktor penyebab yang dimaksud (why), untuk kemudian dianalisis hubungannya dengan akibat yang ditimbulkan. Yang dimaksud sebagai penyebab disini menunjuk pada faktor-faktor yang mempengaruhi, sedangkan akibat menunjuk pada frekuensi, penyebaran serta adanya suatu masalah kesehatan.
Penelitian Epidemiologi Diskriptif Penelitian Epidemiologi Analitik
1. Hanya menjelaskan keadaan suatu masalah kesehatan (who, where, when)
2. Pengumpulan, pengolahan, penyajian dan interpretasi data hanya pada satu kelompok masyarakat saja
3. Tidak bermaksud membuktikan suatu hipotesis
1. Juga menjelaskan mengapa suatu masalah kesehatan timbul di masyarakat (why)
2. Pengumpulan, pengolahan, penyajian dan interpretasi data dilakukan terhadap dua kelompok masyarakat
3. Bermaksud membuktikan suatu hipotesis


SEJARAH

1. Jaman Pra-Sejarah
Penyembuhan dengan menggunakan ramuan-ramuan sederhana yang bahan-bahannya tersedia di alam. Konsep pengertian penyakit masih didominasi oleh kepercayaan akan hal-hal yang ghaib, makhluk halus, roh jahat dan takhayul.
2. Peradaban Kuno
a. India (5000 SM)
b. Dataran Tiongkok (2700 SM)
c. Kuno (1500 SM)
d. Yunani Kuno
3. Hippocrates (460-337 Sm)
Kejadian penyakit karena kontak dengan jasad hidup, penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal dan internal.
4. Inggris (1775)
5. Hirsch (1883)
Gambaran kejadian, penyebaran jenis-jenis penyakit pada manusia saat tertentu di berbagai tempat di bumi dan mengaitkan dengan kondisi eksternal.
6. Frost (1927)
Ilmu yang mempelajari fenomena masal dari penyakit infeksi.
7. Greenwood (1934)
Pengetahuan tentang distribusi penyakit atau kondisi dalam suatu populasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
8. Moris (1967)
Pengetahuan tentang sehat dan sakit dari suatu penduduk.
9. Taylor (1967)
Studi tentang sehat dan penyakit dari suatu populasi tertentu.
10. Macmahon, Pugh dan Ipsen (1970)
Studi tentang penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan mengapa terjadi distribusi seperti itu.
11. Abdel R Omran (1974)
Studi dari berbagai peristiwa diantara kelompok masyarakat.


KEDUDUKAN DAN PERANAN

Dalam ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat, epidemiologi dapat dipelajari secara khusus sebagai cara atau metoda untuk memehami proses terjadinya dan penyebarannya penyakit atau masalah kesehatan pada umumnya. Selain itu dalam membahas suatu penyakit atau masalah kesehatan tadi biasanya akan dibahas juga “aspek epidemiologis”nya, di samping aspek-aspek lainnya misalnya tentang tanda-tanda dan gejalanya, kriteria untuk identifikasinya, dan sebagainya.
Sebagai cara atau metode pengamatan maka temuan yang tarafnya masih deskriptif tersebut mungkin harus dilanjutkan ketaraf analitis untuk untuk bisa mendeteksi penyebab dan faktor-faktor pendukung dan terkait dalam proses terjadi dan tersebarnya penyakit atau masalah kesehatan tersebut.
Bila temuan dan konklusinya benar, dan memenuhi kriteria obyektifitas pengamatan, maka hasilnya dapat dipakai untuk melengkapi atau lebih menyempurnakan “body of knowledge” (apa yang telah diketahui sejauh ini) tentang masalah tersebut (tahap epidemiologi “konstruktif”). Selanjutnya materi pengetahuan tersebut harus dicarikan pemanfaatan atau aplikasinya untuk menanggulanginya atau mengatasi masalah itu sendiri.


RUANG LINGKUP

Ruang lingkup kajian epidemiologi mencakup:
1. Penyakit menular wabah
2. Penyakit menular bukan wabah
3. Penyakit tidak menular
4. Masalah kesehatan lainnya yang ada di masyarakat.


PRINSIP-PRINSIP EPIDEMIOLOGI

Metoda epidemiologi labih banyak melakukan pengamatan di lapangan dan banyak menggunakan cara-cara kuantitatif (statistik).
Prinsip-prinsipnya antara lain:
1. Obyek pengamatan epidemiologis ditekankan pada kelompok atau agregat.
2. Metode epidemiologis lebih banyak menggunakan cara-cara kuantitatif (aritmatik, statistik dan matematik).
3. Pengamatan epidemiologis mengamati baik kelompok yang sakit atau terkena masalah maupun yang sehat atau tidak terkena masalah.
4. Dalam pengamatan epidemiologis umumnya dilakukan di lapangan atau masyarakat, sehingga faktor lingkungan merupakan faktor yang penting dan harus diperhitungkan.
5. Pengamatan epidemiologis mengarah pada pengamatan kesehatan masyarakat.
6. Selain untuk dapat menjabarkan dan menguraikan penyakit atau masalah kesehatan, pengamatan epidemiologis juga melengkapi apa yang sudah diketahui tentang masalah tersebut, cara mengatasi atau menanggulangi masalah tersebut.
7. Pengamatan epidemiologis lebih menekankan pada upaya yang dapat diterapkan pada program-program yang bersifat promotif, preventif dan pengendalian.


MANFAAT

Apabila epidemiologi dapat dipahami dan diterapkan dengan baik, akan diperoleh berbagai manfaaat yang jika disederhanakan dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
1. Membantu pekerjaan administrasi kesehatan
Manfaat epidemiologi dalam administrasi kesehatan, yakni membantu pekerjaan perencanaan (planning) dari pelayanan kesehatan. Selain itu, epidemiologi juga bermanfaat dalam pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluation) suatu upaya kesehatan. Data yang diperoleh dari pekerjaan epidemiologi akan dapat dimanfaatkan untuk melihat apakah upaya yang dilakukan telah sesuai dengan rencana atau tidak (pemantauan) dan ataukah tujuan yang diterapkan telah tercapai atau tidak (penilaian).
2. Dapat menerangkan penyebab suatu masalah kesehatan
Dengan diketahuinya penyebab suatu masalah kesehatan, dapat disusun langkah-langkah penanggulangan selanjutnya, baik yang bersifat pencegahan dan ataupun yang bersifat pengobatan.
3. Dapat menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit
Dengan menggunakan metoda epidemiologi dapatlah diterangkan riwayat alamiah perkembangan suatu penyakit (natural history of disease). Bantuan epidemiologi dalam menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit adalah melalui pemanfaatan keterangan tentang frekuensi dan penyebaran penyakit, terutama penyebaran penyakit menurut waktu muncul dan berakhirnya suatu penyakit, dapatlah diperkirakan perkembangan penyakit tersebut.
4. Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan
Karena epidemiologi mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan, maka akan diperoleh keterangan tentang keadaan masalah kesehatan tersebut. Keadaan yang dimaksud merupakan perpaduan dari keterangan menurut ciri-ciri manusia, tempat dan waktu. Perpaduan yang seperti ini menghasilkan 4 keadaan masalah kesehatan, yakni:
• Epidemi
Epidemi adalah keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam frekuensi yang meningkat.
• Pandemi
Pandemi adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) frekuensinya dalam waktu yang singkat memperlihatkan peningkatan yang sangat tinggi serta penyebarannya telah mencakup suatu wilayah yang sangat luas.
• Endemi
Endemi adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) frekuensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang lama.
• Sporadik
Sporadik adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang ada di suatu wilayah tertentu frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan waktu.


PENGAPLIKASIAN EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi dapat diaplikasikan dalam kegiatan penelitian epidemiologi misalnya tentang kasus KLB / wabah demam berdarah di suatu wilayah. Langkah-langkah yang harus dilewati, meliputi:
1. Garis besar pelacakan wabah
Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di lapangan atau tempat kejadian wabah demam berdarah. Kemudian data tersebut di analisis secara teliti dan dengan pemikiran yang kritis.
2. Analisis situasi awal
a. Penentuan atau penegakan diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis seseorang terkena demam berdarah diperlukan penelitian atau pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium yang jelas. Hal ini karena gejala demam berdarah dapat salah diagnosa, bahkan pemeriksaan laboratorium terkadang harus dilakukan lebih dari 1 kali.
b. Penentuan adanya wabah
Untuk menetukan apakah kasus yang sedang diteliti masuk dalam KLB atau tidak, maka perlu diusahakan melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus demam berdarah sebelumnya dengan yang sedang diteliti di wilayah yang sama. Untuk melihat apakah terjadi kenaikan jumlah kasus demam berdarah yang signifikan atau tidak.
c. Uraian keadaan wabah
Jika kasus demam berdarah tersebut dinyatakan KLB / wabah, maka dilakukan uraian keadaan wabah berdasarkan 3 unsur utama, yaitu waktu, tempat dan orang. Kemudian dibuat kurva epidemi yang menggambarkan penyebaran kasus demam berdarah menurut waktu mulai timbulnya gejala demam berdarah di wilayah yang bersangkutan.selain itu, juga menggambarkan penyebaran sifat epidemi berdasarkan penyebaran kasus menurut tempat (spot map epidemi). Dilakukan berbagai perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian penyakit pada populasi dengan risiko menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor tertentu serta berbagai sifat orang lainnya yang mungkin berguna dalam analisis.
3. Analisis lanjutan
Setelah kasus demam berdarah di wilayah yang sedang diteliti dikategorikan sebagai KLB / wabah, maka perlu dilakukan penelitian lanjut dan analisis yang berkesinambungan selain dilakukan tindak penanggulangan.
a. Usaha penemuan kasus tambahan
Perlunya penelusuran terhadap kemungkinan adanya kasus yang tidak dikenal dan kasus yang tidak dilaporkan melalui berbagai cara.
1) Melakukan pengamatan di rumah sakit dan dokter praktek umumsetempat untuk mencari kemungkinan mereka menemukan kasus penderita demam berdarah dan belum termasuk dalam laporan yang ada.
2) Melakukan pengamatan yang intensif terhadap mereka yang tanpa gejala atau mereka dengan gejala ringan / tidak spesifik tetapi berpotensi menderita demam berdarah.
b. Analisis data
Melakukan analisis data secara berkesinambungan sesuai dengan tambahan informasi yang didapatkan dan melaporkan hasil interpretasi data tersebut.
c. Melakukan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis data dari seluruh kegiatan yang telah dilakukan,
kemudian dilakukan penarikan hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan diketahui harus sesuai dengan apa yang ada pada hipotesis tersebut.
d. Tindakan penanggulangan
Diambil tindakan-tindakan untuk menanggulangi kasus KLB demam berdarah tersebut. Tindakan diambil berdasarkan hasil analisa dan sesuai dengan keadaan KLB yang terjadi. Setiap tindakan penanggulangan KLB harus disertai dengan berbagai kegiatan tindak lanjut sampai keadaan kembali normal.  


DAFTAR PUSTAKA

Budioro, B. 2007. Pengantar Epidemiologi edisi II. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Nasry, Nur. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: PT Rineka Cipta
Azwar, Azrul. 1988. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Binarupa Aksara
http://arviant.web.ugm.ac.id/content/Epidemiologi%20dasar.pdf
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab1-definisi_epidemiologi.pdf
Ilmu Kedokteran Pencegahan Komunitas Oleh Dr. Budiman Chandra
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab3-epidemiologi_deskriptif.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3739/1/fkm-lina%20tarigan.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19934/5/Chapter%20I.pdf
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1088-penyakit-yang-baru-muncul-ancaman-masa-mendatang.html

SUSI EKO SULISTYORINI
E2A009096
www.fkm.undip.ac.id 

Juara I Futsal Putri PH Carnival 2010